Selasa, 18 September 2018

Dan Anakku Nyaman di Daycare


(Review Tentang Daycare) 




Senangnya-senangnya, di pagi hari,
Kamilah murid "Rumah Anak"
Alamatnya di Jalan Cendana Raya
Ayo kita bergembira
Asalamu'alaikum-Asalamu'alaikum
Wa'alaikum salam
Allahu Akbar!

Begitulah lagu Mars Rumah Anak yang begitu semangat dinyanyikan anakku hampir setiap hari di hari-hari pertamanya masuk daycare. Selalu menyenangkan mendengar anak kita bernyanyi, dan saya selalu tertarik dengan lagu-lagu yang ia peroleh dari sekolahnya. Saya memang lebih senang menggunakan istilah "sekolah" dibandingkan "penitipan anak". Karena toh di tempat tersebut anakku belajar banyak hal yang berkaitan dengan pendidikan anak usia dini. Dan saya ingin mengenalkan konsep sekolah sebagai tempat untuk mengisi waktu luangnya ketika saya bekerja dengan belajar segala hal yang menyenangkan. Sesuai dengan arti dari bahasa aselinya, sekolah atau skhole dalam bahasa latin berarti waktu luang, dimana ketika itu sekolah adalah kegiatan di waktu luang bagi anak-anak di tengah-tengah kegiatan utama mereka, yaitu bermain dan menghabiskan waktu untuk menikmati masa anak-anak dan remaja dengan belajar cara berhitung, cara membaca huruf dan mengenal tentang moral (budi pekerti) dan estetika (seni).

Sebelumnya keluarga kami dibantu oleh asisten rumah tangga tapi karena satu dan lain hal (hal yang negatif tentunya) akhirnya kami memutuskan untuk tidak lagi memakai jasa asisten di rumah untuk menjaga anak kami. Dari situ kami mulai mencari informasi tentang daycare baik melalui internet maupun survey langsung ke lokasi. Dari beberapa daycare yang kami survey, akhirnya kami memutuskan untuk menitipkan Ken (anak kami ) di "Rumah Anak Annizamiyah" yang selanjutnya kita sebut "Rumah Anak" (kepanjangan soalnya) yang berada di Komplek Kranggan Permai, Jatisampurna, Bekasi yang jaraknya 10 menit dari rumah kami dan 5 menit dari kantor saya.

Dari awal saya survey (pertama survey suami ga ikut), saya sudah merasa sreg (cocok) dengan tempat ini. Rumahnya memang tidak mewah namun tertata rapi dan cukup bersih. Ruangannya terbagi ke dalam 2 kamar tidur anak, 1 ruang tengah yang cukup luas (tempat dimana anak diberikan kegiatan stimulasi, juga makan bersama), 2 dapur, pekarangan depan dan belakang yang juga luas, 1 ruang kepala sekolah/guru, dan 2 kamar mandi (catt, saat tulisan ini diposting "rumah Anak" sudah pindah ke tempat yang sepertinya lebih bagus tapi tetap dalam kompleks perumahan yang sama).

Hal lain yang membuat saya nyaman adalah adanya Kepala Sekolah juga satu orang Ibu Guru yang khusus memberikan stimulasi kepada anak selain beberapa orang pengasuh. Pada saat saya menemuinya tidak tahu kenapa tapi perasaan saya mengatakan mereka adalah orang-orang yang amanah (mungkin ini insting seorang ibu... cieee). Akhirnya saya berdiskusi dengan suami (lebih kepada mempengaruhi sih sebenarnya) untuk memilih "Rumah Anak". Memang biayanya termasuk agak mahal untuk golongan ekonomi menengah (cenderung ke bawah) seperti kami.  Jadi Biaya pada saat itu adalah...

Uang pangkal : Rp.2.500.000,- (bisa dicicil)
Iuran per bulan: Rp.  900.000,- (saat ini kemungkinan ada kenaikan di iuran per bulan)
Uang kegiatan : Rp. 1.500.000,- (ada kegiatan outing seperti outbond, kunjungan dokter gigi,
                                                      parenthing, dll)

Jam kerja Rumah Anak adalah dari jam 7.00 pagi s.d. jam 5.00 sore, apabila anak dijemput lebih dari jam tersebut maka akan dikenai biaya overtime yang akan dihitung perjam. Ketika diantar anak harus sudah mandi dan kalau bisa sarapan (kalau tidak sempat sarapan kita bisa membawa bekal sarapan dan akan dibantu oleh pengasuh untuk mengingatkan anak untuk makan bekalnya). Selama disana anak akan mendapatkan 2 kali makan (siang dan sore) serta kudapan buah atau puding. Anak tetap dianjurkan untuk membawa bekal makanan ringan tetapi tidak boleh permen atau yang mengandung MSG dan mereka cukup ketat dalam aturan ini.

Pada saat survey, saya juga membawa Ken untuk ikut terlibat dalam memilih tempat dimana dia akan menghabiskan waktu seharian. Kemudian saya juga mulai mempersiapkan dirinya untuk memasuki lingkungan yang baru dengan pengasuh yang baru dan yang membuat Ken tertarik adalah bertemu dengan teman-teman baru.

Beruntungnya kami karena Ken adalah anak yang suka berteman dan mudah akrab dengan siapapun. Kemampuan bicara Ken juga sangat baik untuk ukuran anak seusianya sehingga saya yakin dia tidak akan kesulitan untuk berkomunikasi dengan guru, pengasuh maupun temannya. Ken juga anak yang ekspresif, Apabila dia tidak menyukai perlakuan seseorang sambil cemberut dan dengan lantang dia akan bilang "tidak sopan, aku tidak suka". Namun dia juga bisa mengapresiasi hal-hal yang dia sukai. Hal ini penting bagi kami sehingga kami yakin pengasuh maupun gurunya dapat lebih memahami pikiran dan perilakunya.

Hari pertama ke Daycare, kami membawa suasana seperti hari pertama masuk sekolah. Ken sudah siap dengan tas baru dan aksesoris baru (sebenarnya sih hanya jepitan dan sisir baru). Ayah juga ikut mengantar Ken di hari pertamanya ini, karena ayah memang sangat concern pada pengasuhan buah hatinya. Hari pertama dilalui dengan mulus, karena ken masih excited dengan lingkungan barunya, hari-hari berikutnya memang ada tangisan pada saat diantar ke daycare, namun setelah berkegiatan dan diberikan stimulasi oleh gurunya Ken mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya, terbukti pada saat dijemput dia sering malas pulang buru-buru karena teman-temannya belum dijemput.

hari pertama Ken masuk daycare


Hari berganti bulan, bulan berganti tahun (jadul banget ga sih kalimatnya), tak terasa sudah hampir 4 tahun Ken "sekolah" di daycare. Saking bagusnya stimulasi yang diberikan oleh Bunda Nita, guru (dan saat ini juga sebagai Kepala Sekolah) di Rumah Anak.. tadinya saya sampai merasa Ken tidak perlu masuk TK. Karena apa yang akan didapat di TK sudah dia dapat di Rumah Anak. Stimulasi motorik kasar juga motorik halus, mengenal angka dan huruf, mewarnai, doa-doa dan hadits-hadits harian, hafalan surat, sebut saja... Bunda Nita sudah memberikannya bahkan dengan rapih beliau arsipkan dalam clear holder sehingga bisa kita simpan dengan baik. Namun karena kemauan Ken untuk masuk sekolah, dan pendidikan TK kami rasa akan meningkatkan kemampuan sosialnya, kami memutuskan Ken untuk bersekolah di TK.

Rasa nyaman Ken dan rasa aman kami sebagai orangtua menitipkan Ken di Rumah Anak tak lepas dari peran Bunda Nita sebagai Guru sekaligus Kepala Sekolah. Saya harus mengapresiasi peran beliau yang mampu mewarnai pola pengasuhan dan pendidikan di Rumah Anak. Ketika di daycare Ken menjadi anak yang lebih teratur (makan, tidur dan mandi lebih terjadwal), rajin beribadah (sunah Dhuha pun dijalankan), lebih mudah beradaptasi, makin mudah bergaul, peduli kepada lingkungan (dia akan marah kalau melihat ada orang yang buang sampah atau buang ludah sembarangan), juga kritis (walaupun suka mengatur).

 Sholat wajib dan Sholat Dhuha selalu dilakukan berjamaah


Ken bercita-cita menjadi guru, dan saya pikir itu karena terinspirasi dari cara mengajar Bunda Nita sehingga di berpikir jadi Guru itu Keren. Sungguh saya sangat berterimakasih kepada beliau yang sangat amanah dan menginspirasi serta menjadi guru bukan hanya buat Ken juga bagi saya (selalu jadi tempat curhat tentang apapun dan responnya selalu menentramkan hati meskipun kadang merasa 'tertampar' ketika diingatkan soal agama... hehehe). Juga kepada para pengasuh (Bunda Diah, Bunda Neti, Bunda Nani) yang telah sabar menghadapi Ken dengan perilaku dan celotehan Ken yang sering membuat repot dan kadang bisa sakit hati karena Ken kalau sudah tidak suka ngomongnya suka berlebihan kaya di sinetron (padahal tidak pernah nonton sinetron).

Empat tahun di "Rumah Anak" adalah pengalaman yang luar biasa bagi kami. Jangan dikira saya tenang-tenang saja meninggalkan anak di daycare. Bukan hanya Ken yang kadang menangis pada saat diantar ke daycare (karena bagaimananpun tempat yang paling nyaman dan aman buat anak adalah bersama ibunya) tapi saya juga ikut menangis di perjalanan memikirkan bagaimana perasaan Ken ketika ditinggal disana. Saya juga selalu memantau Ken dengan menanyakan kabarnya lewat guru ataupun pengasuhnya. Saya bersyukur Ken ada di daycare yang amanah, sehingga sebagai ibu yang bekerja saya benar-benar terbantu dengan adanya Rumah Anak.

Awalnya, orangtua saya sangat tidak setuju kalau cucunya dititipkan di daycare bahkan saya sempat tidak ditegur ibu saya karena hal ini. Bagi saya hal itu wajar kalau kakek neneknya khawatir belum lagi ada saja pemberitaan tentang daycare yang bermasalah. Ken juga sempat dititipkan di orang tua saya, namun saya merasa tidak tega kalau harus merepotkan orang tua yang sudah sepuh dengan urusan menjaga anak balita. Sudah bukan masanya lagi bagi mereka untuk mengejar-ngejar anak yang tidak bisa diam dan sulit makan. Namun dengan selalu memberikan pengertian, dan sesekali saya biarkan untuk menjemput cucunya ketika mereka kangen, akhirnya kakek nenek bisa menerima. Saya bahkan pernah mengadakan tasyakuran hari lahirnya Ken bersama kakek nenek dari pihak saya dan pihak ayahnya di Rumah Anak, dan itu sangat berkesan buat ken.

Daycare bisa menjadi pilihan yang baik bagi ibu bekerja yang bingung dalam hal pengasuhan anak saat dirinya bekerja. Namun kita benar-benar harus cermat dalam memilihnya. Tips dari pengalaman saya adalah dengan melakukan survey dan menggali informasi sebanyak-banyaknya, jangan hanya sekali dalam melakukan survey on the spot. Amati perilaku anak-anak yang ada di daycare tersebut, ajak bicara tentang kesan mereka karena anak-anak biasanya lebih jujur. Tanyakan juga tentang anak yang paling lama berada di sana (kalau di Rumah Anak rata-rata dari anak 1-2 tahun sampai mau masuk SD). Kalau anak yang terlama berada disana sampai hitungan lebih dari 2 tahun asumsinya sang anak betah dan asumsinya karena pengasuhannya baik. Libatkan anak dalam mencari daycare walaupun dia belum bisa mengambil keputusan tapi kita tetap harus memperhatikan perasaannya. 

Usahakan mencari daycare yang menerapkan pola Pendidikan Anak Usia Dini lewat kegiatan yang bisa merangsang kecerdasan anak karena kegiatan-kegiatan seperti itu juga biasanya disukai anak sehingga mereka tidak bosan berada seharian di tempat itu. Satu hal yang sangat penting bagi saya adalah ketulusan guru dan pengasuhnya, karena dengan ketulusan itulah amanah bisa dijaga. Sulit memang mengetahui ketulusan karena tidak ada alat ukurnya, namun dengan sering berdialog pada saar beberapa kali survey itulah saya bisa merasakan ketulusan dari Guru dan Pengasuh Rumah Anak.


Catt:
Tulisan ini dibuat setelah anak saya Ken 'lulus' dari Rumah Anak yaitu setelah dia masuk SD, dan sampai sekarang dia selalu kangen bahkan pengen masuk Rumah Anak lagi... hehehe.... 

#daycare #tempatpenitipan anak #TPARumahAnak #DaycareBekasi
























Jumat, 12 Februari 2016

Mencari TK yang Baik Untuk Anak yang Asik (Part 1)




salah satu stimulasi di day care (membuat stempel dari sayuran) untuk tema "Makanan Sehat"


Sebelumnya saya sempat berpikir tentang perlu tidaknya mengikutkan anak sekolah TK. Hal itu karena putri saya sejak usia dua tahun sampai saat ini usia lima tahun kami 'titipkan' di day care. Di lembaga tersebut ia mendapatkan pendidikan anak khas usia dini. Lantas saya berpikir lagi apa sih sebenarnya tujuan pendidikan TK untuk anak, dan apabila di TK anak mendapatkan pembelajaran agama, budi bahasa, berhitung, membaca, bernyanyi, bersosialisasi dan berbagai keterampilan lainnya, maka putri saya sudah mendapatkan hal tersebut di day care.

Beruntung sekali kami orangtuanya mendapatkan day care yang ramah anak, concern terhadap perkembangan anak, tidak hanya mengasuh namun juga mendidik dengan memberikan stimulasi-stimulasi yang menyenangkan seperti cooking class, storry telling, memanfaatkan barang bekas menjadi barang yang berguna, dll. Anak juga diajarkan (suka) membaca dan (suka) menulis tanpa memaksakan anak untuk bisa baca tulis sebelum waktunya. Hal tersebut terlihat dari kegiatan Ken di rumah yang suka sekali mengatakan kalau dia sibuk mau buat PR (padahal tidak pernah diberi PR) dan suka dengan buku serta suka menulis (walaupun seringnya ia tidak tahu huruf apa yang ia tulis). Mungkin untuk orang tua lain hal itu biasa saja karena banyak anak sekarang yang sudah bisa baca bahkan sejak sebelum usia 4 tahun dengan mengikuti les BIMBA, tapi bagi saya hal itu sudah sangat menyenangkan karena saya memang tidak pernah memaksakan anak  untuk bisa calistung sebelum usia sekolah karena semua ada waktunya.

Itu sebabnya saya agak telat mencari informasi tentang TK, karena sebelumnya bahkan saya berniat untuk tidak mengikutkan anak ke lembaga pendidikan tersebut. Namun karena banyak sekolah dasar yang mensyaratkan anak untuk lulus TK (saya tidak setuju dengan syarat ini sebenarnya), dan anak saya sangat bersemangat meminta untuk sekolah, maka saya putuskan untuk mencari sekolah yang baik untuknya. Dan yang semula saya berpikir untuk mencari TK yang biayanya di bawah UMP yang paling kecil di Indonesia (yang penting TK yah Ken) namun mengingat ilmu yang dulu pernah didapat bahwa pada masa early childhood anak harus mendapatkan stimulasi yang baik untuk pembentukan karakternya kelak maka sayapun memutuskan untuk mencari TK yang baik.

TK yang baik menurut kriteria saya adalah TK yang mau menerima semua anak sebagai pribadi yang unik, tulus menyayangi anak tanpa terkecuali, ramah anak dan ramah otak anak, tidak membuat stress sampai timbul school phobia, bisa merangsang minat baca, lebih mengedepankan character building tanpa meminggirkan cognitive building. Namun kognitif building yang saya maksud adalah lebih membentuk daya nalar atau logika berpikir yang kritis dan tidak malu mengemukakan apa yang ia pikirkan. Selain itu yang juga penting adalah sekolah yang baik harus bisa mengeluarkan potensi kebaikan pada diri anak yang belum terpengaruh kelas sosial untuk mau berteman ataupun menilai seseorang, hormat kepada yang lebih tua, sayang pada pada teman, apalagi sampai bisa membuat anak cinta dan peduli lingkungan dari kecil (seperti Ken yang selalu geram apabila ada yang buang sampah sembarangan) itu pasti akan jadi pilihan prioritas bagi saya dan sang ayah. 

 Jatisampurna, 12 Februari 2016